Selasa, 10 September 2019

Suhu Perang Dagang Turun, Harga Timah Naik

Indonesia diuntungkan dengan suhu perang dagang AS-Cina yang agak cooling down beberapa saat belakangan ini. Sebab, setelah kedua negara tersebut sepakat menggelar pertemuan awal Oktober 2019 mendatang, harga timah menjadi naik. Seperti diketahui timah merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia dan harganya sudah ditentukan melalui mekanisme pasar di bursa berjangka.
Berdasarkan data Bloomberg, harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) per Jumat (23/8), terkoreksi 0,43% ke USD17.375 per metrik ton. Namun, dalam sepekan harga timah konsisten naik sebesar 6,27%.
Selain karena faktor meredanya suhu perang dagang AS-CIna, membaiknya harga timah juga disebabkan supply-demand dimana permintaan sedang dalam keadaan bagus.

Senin, 03 Juni 2019

"Horee" Harga Bahan Pokok di Berbagai Daerah Stabil


Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Pengamanan Pasar, Sutriono Edi, mengungkapkan rasa gembiranya melihat perkembangan harga bahan pokok selama bulan Ramadhan 2019 yang stabil. Sejak  awal Ramadhan ia sudah mengunjungi pasar di beberapa daerah, terakhir di Mamuju, Sulawesi Barat, Sabtu (1/6).
Dalam penjelasannya kepada Tribunnews.com, Senin (3/6)  Sutriono Edi menyatakan harga bahan pokok stabil. “Berdasarkan pemantauan yang kami lakukan ke beberapa daerah di Indonesia, harga bahan pokok selama Ramadhan ini stabil. Kami bersyukur karena tidak ada lagi lonjakan harga seperti yang pernah terjadi pada saat bulan puasa dan menjelang Lebaran beberapa tahun lalu,” kata Sutriono Edi.  Ia memberi gambaran harga beras medium Rp8.000-10.000/kg, beras premium Rp12.000/kg, beras medium bulog Rp8.750/kg, gula pasir Rp13.000-14.000/kg,  minyak goreng  curah Rp12.000/liter, daging sapi Rp125.000-130.000/kg, daging ayam ras Rp30.000-35.000/kg dan telur ayam ras Rp26.000-28.000/kg. Sutriono menyimpulkan bahwa harga stabil. Harga beras masih sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi).  Bahkan, harga telur ayam ras mengalami penurunan di Pasar Sentral sebesar 13,84%. 
Stabilitas harga ini terjadi sebagai dampak pasokan bahan pokok yang mencukupi di pasar, sehingga para spekulan tidak bisa bermain banyak. Dan jika terjadi kekurangan pasokaan Pemerintah melalui Bulog langsung mendrop kebutuhan pokok seperti beras, gula dan daging sehingga tidak terjadi lonjakan harga.
Sebelum ke Mamuju Sutriono juga meninjau kondisi harga di Papua Barat. Di pasar Wosi, Manokwari, Papua Barat misalnya Sutriono mendapatkan harga daging ayam potong lokal Rp45 ribu naik menjadi Rp55 ribu per ekor, sementara  ayam beku dari luar daerah Papua Barat harganya 35 ribu per ekor. “Kita juga tinjau gudang Bulog dan ada loading beras 2.000 ton dimana suplai tersebut tidak hanya cukup sampai lebaran, tapi sampai 4 bulan ke depan. Jadi, stok aman dan bisa stabilkan harga,” katanya.
Menjawab pertanyaan bahwa tetap saja ada kenaikan harga beberapa bahan pokok, Sutriono Edi menyatakan kenaikan yang terjadi relatif sedikit sehingga tidak mengakibatkan gejolak dan pada akhirnya angka inflasi pada bulan Ramadhan relatif normal dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Lebih jauh Sutriono menjelaskan sebagai indikator stabilitas harga di masyarakat, telah ditetapkan target inflasi tahun 2019 sebesar 3,5% dengan toleransi +/- 1%. Sebelumnya inflasi Kelompok Bahan Makanan tahunan (YoY) pada 2014-2018 cenderung turun, bahkan pada 2017 tingkat inflasi Kelompok Bahan Makanan di bawah inflasi Nasional.
Sutriono Edi menegaskan bahwa Kementerian Perdagangan akan terus melakukan kegiatan pemantauan harga tidak hanya pada bulan Ramadhan atau jelang Idul Fitri, tetapi juga pada hari-hari besar lainnya,  seperti menjelang Natal dan Tahun Baru. “Melalui pemantauan yang dilakukan secara langsung dimana pejabat dan staf Kementerian Perdagangan disebarkan ke setiap daerah, maka  koordinasi yang dilakukan untuk mengatasi gejolak harga bahan pokok bisa berjalan lancar. Saya bersyukur masyarakat bisa memperoleh bahan pokok dengan harga yang layak dan ketersediaan yang mencukupi,” tambah Sutriono Edi.
(sumber:tribunnews.com)

Senin, 18 Maret 2019

Sutriono Edi: Tantangan Pengembangan Industri Rumput Laut


Komoditi rumput laut sangat potensial untuk dikembangkan, mengingat Indonesia merupakan negara maritim dengan potensi area yang bisa dikembangkan untuk rumput laut seluas 1,43 juta hektar. Sementara area yang sudah dimanfaatkan sampai tahun 2017 baru sekitar 267.800 hektar atau sekitar 19 persen saja.
Karena itu peluang untuk mengembangkan rumput laut sebagai komoditi unggulan sangat terbuka lebar. Namun dari praktik yang sudah berjalan saat ini terdapat beberapa catatan yang harus kita perhatikan bersama. Saya mencatat ada 9 poin penting untuk sama-sama kita cari pemecahannya, yaitu:
      1. Penerapan standar (SNI) budidaya dan pascapanen rumput laut
  1. Ketersediaan dan pasokan bahan baku berkualitas untuk industri pengolahan rumput laut secara berkelanjutan
  2. Harga bahan baku rumput laut yang fluktuatif
  3. Biaya transportasi dan logistik bahan baku yang masih mahal
  4. Data dan informasi hulu–hilir rumput laut yang belum sinergis
  5. Masih terbatasnya akses pasar bagi pembudidaya dan pengolah rumput laut
  6. Lambatnya pertumbuhan investasi industri berbasis rumput laut
  7. Industri pengguna produk pengolahan rumput laut (kosmetik, farmasi, makanan, dan minuman) belum sepenuhnya menggunakan produk olahan industri dalam negeri
  8. Produk industri pengolahan rumput laut dalam negeri belum memiliki daya saing di pasar domestik dan global
Masalah tersebut di atas jangan dianggap sebagai hambatan, tetapi harus dipandang sebagai tantangan yang harus diatasi bersama dengan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, asosiasi rumput laut, industri pengolahan rumput laut, para pedagang, bahkan termasuk anak muda pelaku bisnis strat up yang bisa mendorong tumbuhnya industri rumput laut.


Sabtu, 16 Maret 2019

Sutriono Edi: Cantumkan Harga Barang


Staf Ahli Menteri Perdagangan biang Pengamanan Pasar, Sutriono Edi, mengingatkan agar para pedagang mencantumkan label harga pada barang yang dijual. Pencantuman itu penting untuk memudahkan konsumen dalam berbelanja.
Dengan label harga yang jelas konsumen dapat memperkirakan jumlah uang yang akan dibayarkan. Label ini juga menjadi acuan jika misalnya ketika membayar di kasir harga yang dibayarkan tidak sesuai dengan jumlah yang tertera pada labelnya.
Transparansi dalam jual beli ini penting untuk menjaga jalinan hubungan yang baik antara konsumen dan pedagang. Dengan suasana yang terbuka dan jujur, maka perdagangan akan tumbuh dengan baik.

Rabu, 13 Maret 2019

Sutriono Edi: Empat Langkah Strategis Pemerintah Jaga Stabilitas Harga Bapok

Setiap kali menjelang hari raya atau peringatan tertentu seperti Tahun Baru biasanya pasar mengalami pergolakan harga, dimana harga bahan pokok mengalami kenaikan yang tajam. Namun sejak beberapa tahun terakhir gejolak harga itu relatif tidak terjadi, karena pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menjalankan strategi jitu:
Pertama, penguatan peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 20/2017 tentang pendaftaran pelaku usaha bapok serta Permendag nokor 57/2017 tentang acuan harga eceran tertinggi (HET) beras serta Permendag nomor 96/2018 tentang harga acuan di konsumen. Dalam hal ini kami akan terus memperkuat regulasi perdagangan. Kami juga memastikan seluruh Permendag ini diimplementasikan dengan baik dan benar oleh para pelaku usaha. 
Langkah kedua, penatalaksanaan dengan menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama pemerintah daerah, instansi terkait, dan pelaku usaha. Dalam hal ini Kemendag memfasilitasi BUMN dan pelaku usaha serta menugaskan Bulog dalam menjaga stabilitas harga.
Ketiga, Kemendag memantau dan mengawasi kondisi pasar di setiap daerah. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menyebar para pejabat Eselon I Kemendag bersama dengan Satgas Pangan di seluruh wilayah Indonesia. Langkah ini untuk memastikan ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga, termasuk menjamin pendistribusian bapok.
Langkah keempat, Kemendag melakukan penetrasi pasar. Kegiatan ini dilaksanakan bersama pemerintah daerah, Bulog, dan pelaku usaha distribusi barang di daerah. Langkah ini dimaksudkan untuk memastikan pasokan berbagai komoditas di pasar tersedia dalam jumlah cukup hingga menjelang Natal dan tahun baru.
Langkah-langkah strategis di atas kami jalankan dengan konsisten sehingga tidak terjadi lagi gejolak harga bahan pokok yang seringkali menjadi isu sensitif di masyarakat.

Senin, 25 Februari 2019


Sistem  Resi Gudang: Apa Saja Barang Yang Bisa Disimpan?
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2018 perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan di Gudang, diatur sebagai berikut:
       Barang Yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Rangka Sistem Resi Gudang  adalah : Gabah, Beras, Jagung, Kopi, Kakao, Lada, Karet, Rumput Laut, Rotan, Garam, Gambir, Teh, Kopra, Timah, Pala, Ikan dan Bawang Merah
       Penetapan selanjutnya tentang barang dalam SRG dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi dari PEMDA, instansi terkait atau asosiasi komoditas, dengan tetap memperhatikan persyaratan  Pasal 3 Peraturan Mendag No. 37 Tahun 2011: yang mengatur masalah daya simpan , standard mutu dan  jumlah minimum barang yang disimpan.

Senin, 28 Januari 2019


Sutriono Edi:Rumput Laut Primadona Ekspor Ketiga

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan, sebuah negara maritim dengan luas laut mencapai 6,4 juta kilometer persegi. Sekitar tiga perempat wilayah Indonesia berupa laut yang menyimpan potensi kekayaan yang luar biasa. Garis pantainya sepanjang 99.000 kilometer sangat menjanjikan sebagai sarana pengembangan budidaya rumput  dengan potensi luas areal budidaya mencapai kurang lebih 1,4 Juta Hektar yang tersebar di 23 Propinsi. Beberapa budidaya rumput laut yang populer antara lain Euchema Cotonii, Gracilaria, dan Sargassum. Tahun 2018 target produksi rumput laut mencapai 16 juta ton dan diharapkan untuk meningkat di tahun depan menjadi 19 juta ton.
Rumput laut menjadi salah satu primadona kelautan Indonesia karena rumput laut menjadi komoditas ekspor terbanyak ke-3 di sektor kelautan setelah udang dan tuna. Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan campuran makanan lainnya. Selain itu rumput laut juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik. Mengingat manfaatnya yang luas tersebut, komoditas rumput laut mempunyai peluang pasar yang baik dengan potensi yang sangat besar.
Dalam pemaparannya pada acara Listerasi Kebijakan Sistem Resi Gudang (SRG) Rumput Laut, 19 Juli 2018,di Makassar, Sulawesi Selatan Sutriono Edi, Staf Ahli Menteri Perdagangan  bidang Pengamanan Pasar, mengungkapkan rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial.
Potensi rumput laut yang besar tersebut saat ini dinilai masih belum optimal. Di tingkat produksi masih terjadi penurunan setelah sebelumnya terjadi peningkatan produksi. Begitu juga di lini pasca produksi atau pasca panen. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan potensi areal budidaya rumput laut di Indonesia seluas 1.427.112 hektar yang tersebar di 23 provinsi. Pemanfaatan potensi budidaya rumput laut itu  sampai tahun 2017 baru 3.635 hektar saja.
Produksinya pada tahun 2013 hingga 2016 meningkat rata-rata per tahun 7,92 persen, namun dalam dua tahun terakhir produksi antara tahun 2016 – 2017 turun sebesar 7 persen. Pada tahun 2017 realisasi produksi rumput laut sekitar 10,8 juta ton lebih rendah dari target produksi sekitar 13,3 juta ton sedangkan pada tahun 2016 realisasi produksi rumput laut mencapai 11,6 juta ton.  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan tahun 2018 produksi rumput laut akan digenjot agar bisa mencapai target 16,2 juta ton. Namun bagi sebagian kalangan, seperti asosiasi rumput laut, menilai target produksi tersebut terlalu optimistik, karena berbagai kendala di lapangan antara lain, permasalahan SDM, infrastruktur, biaya logistik , kualitas hasil produksi/budidaya dan keterbatasan akses pasar.